PELAYAN
YANG MELAYANI
(PARATAHKON
PANGARUSION PASAL TOHONAN PAKON SIPARTOHONAN)
PENDAHULUAN
Pelayan dan melayani adalah
istilah yang tidak terpisahkan dari gereja karena memang di situlah tercermin ciri dan identitas
gereja yang seharusnya. Walaupun gereja secara organisasi tidak terlepas dari
kepemimpinan dan kuasa namun jiwa pelayan yang melayani harus melekat di sana.
Pelayan atau melayani berasal dari
kata Ebed
(Ibr) dan Doulos, Diakonos (Yun) menghunjuk kepada karakter seorang hamba
yang berarti 1) bekerja di bawah otoritas oknum lain (Kristus) 2)dengan rendah
hati. Tidak bekerja atas kehendak, pikiran, kendali dan kepentingan diri sendiri tapi suruhan.
Namun bukan berarti seorang pelayan tidak
memerlukan kuasa dan kepemimpinan tapi kuasa itu diarahkan untuk menolong dan melayani
sesama. Profil yang seperti ini lebih
nyata dalam diri Kristus (anak Allah)
yang memandang kerajaan-Nya sebagai suatu komunitas individu yang melayani satu
sama lain (Galatia 5:13).
Bentuk
pelayanan ini kemudian di formulasi dalam 3 tugas panggilan gereja: bersekutu,
bersaksi dan melayani. Arah pelayanan gereja dititik beratkan kepada tugas
untuk mempersekutukan, menjalin persaudaraan yang rukun sebagai tubuh Kristus.
Kemudian tubuh Kristus yang memelihara persaudaraan ini harus menjadi duta dan
sumber kesaksian mengenai Kebenaran sejati yang diwujudnyatakan dan diaplikasikan dengan
aksi/ tindakan yakni melayani.
Gereja harus
melayani apakah sebagai pelayan ataupun sebagai jemaat – walaupun ada
batasan-batasan diantara keduanya. Jemaat Perjanjian Baru telah menetapkan
nisbah diantara keduanya sehingga ada yang dikhususkan untuk jabatan tertentu
yang berbeda dengan jemaat.
SIAPAKAH PELAYAN
Dalam
perjanjian Lama figure pemimpin disebut
juga sebagai Hamba antara lain: Musa (Bil 12:7), Kaleb (Bil 14:24), Daud (2 Sam
3:18, 7:5, Mzm 89:21) Yesaya (Yes 20:3) dll, sementara dalam Perjanjian Baru
istilah ini lebih menghunjuk kepada Yesus (Mat 12:18). Ternyata tokoh-tokoh
penting dalam Perjanjian Lama dihunjuk sebagai Hamba, padahal mereka adalah
duta-duta kebenaran Allah sekaligus sebagai pemimpin (orang pilihan yang
berpengaruh dalam segala bidang) bagi Israel. Justru dalam Perjanjian Baru,
tokoh Yesus yang adalah anak Allah disebut sebagai “Hamba yang kukasihi” mempertebal ciri yang harus dinyatakan dalam gereja (sebagai
tubuh Kristus). Sangat berbeda dengan model kepemimpinan dunia ini yang lebih sering mempersoalkan siapakah yang
terbesar, yang paling berwibawa dan siapa yang paling berotoritas,
sehingga yang dihasilkan bukanlah
pelayan dalam arti oknum yang mau memikirkan dan menolong orang lain tetapi
sebaliknya – untuk mempersejahtera kepentingan pribadi.
Konsep
kepemimpinan-pelayan yang Kristiani lebih jelas disebutkan dalam bagian berikut
ini:
Pertama,
"Jika seseorang ingin menjadi yang
terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari
semuanya" (Markus 9:30-37).
Pada konteks
ini murid Yesus sedang meributkan siapa yang terhebat diantara mereka. Tindakan
mereka ini menggambarkan manusia yang
sering berambisi akan kuasa.
Kedua, "Barang siapa ingin menjadi besar di antara
kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya"
(Markus 10:43,44).
Yesus
menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah pelayanan. Kata "ingin" dan
"hendaklah" dalam ayat 43 dan 44 di atas berasal dari kata
"want" dan "must". Jadi yang lebih tepat adalah
"ingin" dan "harus". Yesus mengajukan syarat yang konkret.
Ingin menjadi besar, harus menjadi pelayan. Ingin menjadi terkemuka, harus
menjadi hamba.
Di dalam Tata
Gereja GKPS Bab V pasal 2 dan Peraturan
Rumah Tangga GKPS Pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jabatan pelayan di GKPS
adalah mereka yang terpanggil menjadi Pendeta, Penginjil, Sintua, Syamas dan
Guru Sekolah Minggu. Inilah
batasan-batasan yang diterapkan dalam pelayanan di GKPS.
TUGAS PELAYAN
Seorang
pelayan adalah duta Kristus yang bekerja sesuai dengan dan untuk kepentingan
Kristus. Dia bekerja bukan atas kehendaknya atau kepentingannya. Sesuai dengan
hakikat dan namanya ia harus tampil
sebagai seorang yang rendah hati dan menjadikan dirinya menjadi berkat bagi
sesama sesuai dengan teladan Kristus.
Dalam
Peraturan Rumah Tangga GKPS pasal 13 ayat 2 Secara umum tugas para
pelayan adalah (ayat 2):
a.
Memberitakan firman Tuhan dan mengabarkan Injil
b.
Mengajarkan firman Tuhan kepada warga jemaat
c.
Menggembalakan jemaat sesuai dengan teladan Yesus Kristus
d.
Melayani Jemaat dalam kebaktian, acara khusus yang diatur dalam
peraturan-peraturan GKPS
e.
Melaksanakan pelayanan dan perbuatan kasih
sesuai dengan teladan Yesus Kristus
f.
Membina warga jemaat menjadi warga yang mandiri,
dewasa dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab gereja
g.
Membina memandirian Jemaat dalam bidang
keuangan, mengurus dan memelihara harta kekayaan GKPS
h.
Membina Jemaat dan warga Jemaat berperan aktif dalam kegiatan oikumenis
i.
Membina warga Jemaat menjadi warga negara yang
bertanggung jawab
Seorang pelayan dari kesadarannya harus
berusaha sungguh-sungguh untuk hidup
menurut firman Tuhan dan menjadi teladan yang baik bagi jemaat. Dengan demikian
pelayan harus membenahi diri dan meningkatkan kemampuan melalui sermon, kursus,
Penelaahan Alkitab dan kegiatan lainnya.
Pelayan harus
diberdayakan secara maksimal di dalam setiap tugas pelayanan/ pelaksanaan
program dan ini harus benar-benar ditata
serta diatur sedemikian rupa sehingga semua pelayan sadar akan tugas dan
tanggung jawabnya.
TOHONAN DAN SIPARTOHONAN
Tohonan bukanlah jabatan, profesi
atau pekerjaan tetapi pelayanan (panggilan Allah atas seseorang) dalam cakupan
yang sangat luas dan sekaligus spesifik. Disebut luas karena cakupan pelayanan
tergolong luas, namun spesifik karena para partohonan memiliki fungsi yang
lebih spesifik menurut uraian tugas tohonan masing-masing. Tohonan secara umum
boleh kita artikan: “orang yang tepat”
na mar tohonan, dia tepat untuk melakukan sesuatu tugas tertentu. Dari segi
maknanya tohonan bukanlah “jabatan” atau “kuasa” melainkan pemilihan orang yang
tepat dalam melaksanakan tugas pelayanan. Jika tohonan diterjemahkan sebagai jabatan
atau professi maka harus dilihat terutama di dalam pengertian suatu fungsi
bukan sebagai suatu posisi.
Menerima tohonan berarti menunaikan
tugas pelayanan kepada Allah dan kepada sesama manusia sebagai wujud iman
kepada Kristus Raja Gereja. Tohonan diterima dari Allah untuk menggembalakan
jemaatNya agar tetap setia dan mendekat kepada Tuhan (Joh.13 : 4-15). Tohonan
memiliki perananan yang sangat penting dalam perjalanan Gereja, ibarat jantung
yang memompakan darah keseluruh tubuh manusia. Perkembangan pelayanan terletak
pada penghayatan dan pelaksanaan panggilan partohonan dalam menunaikan
pelayanannnya.
Dalam Efesus
4:11-15 tertulis:
Dan Ialah
yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita
Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi
orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,
sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu
manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang
kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia,
Kristus, yang adalah Kepala.
Dari
nas di atas terlihat bahwa para partohonan (rasul-rasul, nabi-nabi,
pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar) sebenarnya
adalah mereka yang dikhususkan untuk memperlengkapi jemaat (orang-orang
kudus), bagi pekerjaan pelayanan dan bagi pembangunan tubuh Kristus,
sehingga ‘orang-orang kudus’ mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus.
Efesus
4:11-15 secara prinsip juga memberikan kepada kita konsep dasar bahwa semua
jenis tahbisan (tohonan) memiliki tugas yang sama yaitu memperlengkapi
jemaat. Dengan kata lain, tugas memperlengkapi jemaat adalah tugas dan
tanggung jawab bersama para partohonan.
Di
dalam Tata Gereja GKPS pasal 9 ayat 3
disebutkan jabatan pelayanan tahbisan adalah Pendeta, Penginjil dan Sintua.
Mereka yang mendapat tahbisan akan tetap walaupun mereka telah emeritus atau
dibebastugaskan. Dengan demikian jabatan pelayanan tahbisan lebih diarahkan
kepada hidup bukan profesi. Namun apakah yang membedakannya dengan jabatan
pelayanan secara umum?
Di
dalam 1 Korintus 12:28; 1 Timoteus 6:15; Yohanes 1:49 disebutkan tiga jabatan
Kristus yaitu nabi, imam dan raja. Ketiga
jabatan inilah yang mengkhususkan pelayanan tahbisan dengan yang
lainnya, walaupun masih ada lagi batasan-batasan pada masing-masing jabatan
tahbisan tersebut. Selain dari pada tugas pelayan secara umum, pejabat tahbisan
bertugas untuk:
1.
Pendeta
a. Pelayanan Sakramen
b. Pelayanan Peneguha Sidi
c. Pelayanan Perjanjian Perkawinan
(Parpadanan Marhajabuan)
d. Pelayanan Peneguhan dan Pemberkatan
Perkawinan (Pamasu-masuon Marhajabuan)
e. Pemeliharaan Kemurnia ajaran gereja
dari ajaran sesat
f.
Penahbisan
Sintua
g. Pelayanan Ibadah penguburan
2.
Penginjil
a. Melaksanakan Pekabaran Injil ke luar
GKPS
b. Melaksanakan penyegaran Iman bagi
Jemaat
c. Melaksanakan pendalaman firman Tuhan
bagi warga jemaat secara kategorial
3.
Sintua
a. Melaksanakan pelayanan penggembalaan
kepada warga jemaat, khususnya terhadap beberapa keluarga yang ditetapkan menjadi tanggungjawabnya
(juma tangnaan)
b. Mendorong warga jemaat agar setia
menghadiri kebaktian, sakramen dan persekutuan lainnya yang sepatutnya dihadiri
oran Kristen
c. Menggembalakan Anggota Siasat dan
member pengajaran kepada Anggota Persiapan, orang tua yang hendak membaptiskan
anaknya dan Katekhisasi Sidi (Parguru Manaksihon)
d. Memimpin Pelayanan Ibadah pada kebaktian
minggu, kebaktian hari besar Gerejawi dan kebaktian keluarga (Partonggoan).
PENUTUP
Hal
yang terpenting dari tugas melayani
adalah tanggungjawab yang didasarkan pada Kristus, di mana Ia telah
terlebih dahulu memberikan diriNya untuk melayani kita sampai kepada
pengorbanan yang paling tinggi yakni kematian. Seorang pelayan harus terus mengaminkan hal
ini sehingga kerinduan untuk melayani Tuhan tetap dibarukan.
Medan, 17 Mei 2011
Pdt Ito Belihar H Purba, STh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar