MENCIPTAKAN
MUSIK BARU
Mengkaji Musik dan Nyanyian dalam
wadah Inkulturasi
di Gereja Kristen Protestan
Simalungun
oleh Pdt Ito Belihar H Purba
PENDAHULUAN
Musik dalah bahasa universal manusia
pada semua kalangan dan usia, memiliki multi fungsi dan berhubungan erat dengan
setiap seluk-beluk hidup manusia. Musik dapat mengekspresikan rasa kesedihan,
kekecewaan, kegembiraan dan kekuatan dan mampu membakar semangat. Musik mampu
menghadirkan masa yang lalu, mengembalikan memori akan peristiwa yang telah
lampau dan bahkan mampu menghadirkan masa yang akan datang dengan sebuah
imaginasi.
Musik memang selalu menghadirkan
sesuatu yang baru dan selalu relevan pada zamannya. Di dalam musik ada
informasi yang kontekstual, berbicara mengenai zamannya dengan bahasa ekspresi
yang dapat ditangkap oleh rasa. Musik mengekspresikan rasa dengan jujur dan
dengan kekuatan yang dimilikinya mampu mengubah pikiran manusia.
Musik baru yang dimaksudkan dalam
tulisan ini bukanlah dalam pengertian genre musik yang baru, namun sentuhan
dari komposisi lagu yang tidak terpisah dari aspek budaya yang sesuai dengan
konteksnya yakni pada gereja yang berbasiskan suku diharapkan mampu membangkitkan
sebuah nilai afeksi yang tinggi. Dengan
istilah musik baru tentunya ada juga istilah musik lama. Musik lama yang
dimaksud adalah musik yang diwariskan melalui missi penginjilan dalam konteks Gereja Kristen
Protestan Simalungun (GKPS) yang pada umumnya adalah musik yang berasal dari
Barat. Musik baru tidak dimaksudkan dengan musik yang tidak mempunyai hubungan
dengan musik yang sudah ada tetapi ada pembaharuan melalui aransemen, komposisi
dan bahasa yang baru. Memasukkan unsur-unsur yang terkandung dalam nilai budaya, tabiat dalam
sebuah struktur bahasa atau instrument untuk menghadirkan kultur sehingga
terciptanya sebuah nuansa yang baru.
PENGERTIAN
UMUM
Musik adalah salah satu media
ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di
dalam musik terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses
enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik adalah 1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara dl
urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara)
yg mempunyai kesatuan dan kesinam-bungan; 2) nada
atau suara yg disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan (terutama yg menggunakan alat-alat yg dapat menghasilkan
bunyi-bunyi itu).[1]
Berdasarkan pendapat diatas maka
penulis dapat menyimpulkan bahwasanya musik dapat juga disebut sebagai media
seni, dimana pada umumnya orang mengungkapkan kreativitas dan ekspresi seninya
melalui bunyi-bunyian atau suara. Oleh karena itulah pengertian musik sangat
Universal, tergantung bagaimana orang memainkannya serta menikmatinya. Seni musik adalah cetusan ekspresi perasaan
atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Bisa
dikatakan, bunyi (suara) adalah elemen musik paling dasar. Suara musik yang
baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu: irama, melodi, dan
harmoni. Irama adalah pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan
temponya, dan ini memberikan karakter tersendiri pada setiap musik. Kombinasi
beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan melodi tertentu. Selanjutnya,
kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang harmoni.
Musik termasuk seni manusia yang paling tua. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada sejarah peradaban manusia dilalui tanpa musik, termasuk sejarah peradaban setiap suku yang ada di Indonesia. Dalam masyarakat Batak, seni musik ini terbagi menjadi musik vokal, instrument dan gabungan keduanya. Dalam musik gabungan, suara alat musik berfungsi sebagai pengiring suara vokal atau tarian.
Musik termasuk seni manusia yang paling tua. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada sejarah peradaban manusia dilalui tanpa musik, termasuk sejarah peradaban setiap suku yang ada di Indonesia. Dalam masyarakat Batak, seni musik ini terbagi menjadi musik vokal, instrument dan gabungan keduanya. Dalam musik gabungan, suara alat musik berfungsi sebagai pengiring suara vokal atau tarian.
LATAR
BELAKANG SEBUAH PEMIKIRAN
Pada
umumnya tradisi gereja-gereja di
Indonesia tidaklah terpisahkan dari kebudayaan Barat; tata liturgi dan
doktrin demikian juga halnya dengan musik dan nyanyian. Fungsi nyanyian dalam
ibadah Kristiani adalah sebagai penyambung rasa yang dinyanyikan sebagai respon
untuk setiap tata liturgi dalam sebuah peribadahan. Dengan demikian nyanyian
barat yang dibonceng oleh missi penginjilan ke Indonesia bukanlah bagian yang sama
posisinya dengan otoritas kitab suci, pengakuan iman (kredo) atau dogmatic dari
ajaran kekristenan itu, walaupun tidak memberi pengertian bahwa nyanyian rohani
yang diikut sertakan dalam missi penginjilan itu semata-mata tidak penting.
Tentu saja pada saat Injil diajarkan oleh para misionaris, daerah yang dituju belumlah memiliki lagu kristiani pada
saat itu. Mengingat bahwa nyanyian tidaklah terlepas dari peribadahan maka
lagu-lagu yang telah ada dalam transkrip berbahasa asing diterjemahkan ke dalam
bahasa daerah atau bahasa Indonesia.
Musik
dan nyanyian sangatlah erat hubungannya dengan tabiat serta budaya yang
berfungsi untuk mengekspresikan rasa dan pengalaman hidup. Musik yang relevan
adalah musik yang berbicara mengenai
hidup yang terdapat dalam kultur sebagai pembentuk tabiat manusia. Untuk
mencari suatu kualitas yang paling maksimal, musik haruslah berbicara mengenai
konteks social dan budaya umat itu sendiri sehingga akan memberikan efek yang
lebih maksimal pula dalam pelaksanaan ibadah. Hal ini dirasa sangat penting
sebab nyanyian adalah media yang dapat menjembatani nuansa hati kepada
keagungan Tuhan.
ANALISA
MUSIK BARU
Dalam bantuk apakah musik baru itu
hadir dan terimplikasi dalam sebuah peribadahan gereja suku berbahasa Simalungun?
Sebagaimana penulis telah utarakan di atas bahwa manusia dalam memahami
musik tidaklah terlepas dari beberapa aspek seperti struktur social dan budaya.
ETNOMUSIKOLOGI
Pendekatan Etnomusikologi merupakan
metode yang sangat tepat untuk mendukung, seperti pendapat Shin Nakagawa: Ketika kita pertama sekali mengenal sebuah musik,
biasanya kita mengamati akustiknya: melodi (lagu), ritme, tempo, warna nada
(tone colour) dan lain-lain. Dalam tahap ini kita mengamati musik sebagai
kejadian akustik saja. Dalam studi Etnomusikologi hal demikian tidak cukup,
kita harus menghubungkannya dengan masalah kemasyarakatan. Kita dapat meneliti
fungsi dan makna musik, misalnya
bagaimana musik itu dipelihara dalam masyarakat. [2]
Untuk sebuah tujuan struktur musik haruslah dihubungkan dengan struktur social
dan unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalamnya, misalnya masalah politik dan
seni. Antara teks dan konteks yakni kejadian akustik dengan suasana yakni
keadaan yang dibentuk oleh sekelompok masyarakat tidaklah dapat dipisahkan –
sama halnya dengan syair dan melodi lagu itu sendiri.
Selanjutnya
Bruno Nettl (1964) memberikan
beberapa pendekatan dalam penelitian etnomusikologi yaitu: pendektan
sistematik, pendekatan intuitif danpendekatan selektif. Pendekatan sistematik
ialahmemilahkan sebuah komposisi musik ke dalam berbagai elemen, misalnya
melodi, interval, bentuk, tangga nada, dan tempo. Pendekatan intuitif dapat
digunakan sebagai alternative bagi pendekatan pertama. Melalui pendekatan ini
seorang peneliti mencoba untuk mengetahui keinginan-keinginan dan
pendekatan-pendekeatan apa sebanarnya ingin diungkapkan oleh komponis. Usaha
untuk mengetahui hal tersebut dapat diperoleh
baik melalui pernyataan komponis sendiri maupun dari audiens yang
mengeri dan menganut latar belakang budaya komponis. Pada pendekatan selektif,
pendeskripsian tidak dilakukan secara utuh melainkan hanya mengambil
beberapaaspek yang berkaitan saja. Pendekatan semacam ini pernah dilakukan oleh
Brandel (1962) yang melakukan studi khusus
tentang tangga nada dan melodi, Hendren (1986) terhadap ritme, dan Hood
(1934) terhadap suatu formula melodik. Tujuannya adalah agar masing-masing
lebih mendalam dan mendasar dari yang lainnya. [3]
SOSIOLOGIS
Musik memang menampilkan nada-nada dan
syair yang berfungsi mengkomunikasikan pesan-pesan tertentu sesuai dengan
konteksnya. Namun musik selalu berkaitan dengan konteks social sehingga unsur
sosiologis merupakan hal yang sangat inti sifatnya.
Menurut
Katharine Ellis (seorang sosiolog
musik) hubungan antara musik dengan manusia yang terlibat dalam musik itu
sendiri (sebagai komponis atau sebagai
penikmat) merupakan sentral dari persoalan sosiologi musik, Musik bukan saja
persoalan pengaturan nada-nada. Musik bisa saja menjadi penampakan gaya hidup
manusia dan bahkan hubungan antara sesama manusia bisa melalui musik. Musik
bukanlah focus dari persoalan sosiologi musik itu sendiri, namun hal ini
berhubungan erat dengan bagaimana manusia
itu hidup dan berkorelasi melalui sebuah
lembaga. Hubungan antara keduanya tidak
hanya satu arah, sama seperti anjing melihat tuannya sebagai tuan dan tuannya
melihatnya sebagai anjing miliknya. Musik juga seperti group social yang mengenali dengan baik unsur apa saja yang tergabung di dalamnya,
dimana musik itu dapat mencerminkan struktur social dan kejadian-kejadian yang
kontekstual. [4]
BAHASA
DAN KOMPOSISI
Musik,
bahasa dan komposisi adalah satu kesatuan yang ada dalam musik itu sendiri
walalupun sulit untuk membuat pembedaan dari masing-masing bagian itu. Musik
dan bahasa hampir tidak bisa dibedakan dalam fungsinya dalam sebuah komposisi.
Bagian-bagian yang merupakan satu tubuh namun menghasilkan satu makna dan
pesan akan musik itu sendiri.
Bagaimanapun juga, seorang komponis harus mengerti dan memahami pengertian yang
benar akan unsur-unsur itu sehingga mampu menempatkannya dalam sebuah
komposisi. Musik dalam dalam gereja sangat perlu menuntaskan hal ini karena
musik sekaligus menjadi penyampai pesan dan advise dalam bentuk sebuah
syair dan melodi.
Menurut
Theodor W. Adorno musik sangat mirip
dengan bahasa, namun musik bukanlah bahasa. Ekspresinya seperti idiom dan
aksennya tidak dibuat-buat. Sama-sama mengungkapkan sifat terdalam dari sesuatu
yang samar dengan artikulasi suara yang sesungguhnya lebih dari hanya sekedar
suara dan sulit untuk mengabstraksikannya dari satu sistem tanda. Pemahaman
tradisional dari bentuk musik memiliki
hakikat: 1) susunan kata 2) waktu dan 3) tanda baca. [5]
Antara musik, bahasa dan komposisi tidaklah terpisahkan. Bahasa berfungsi untuk
mengekpresikan melodik dan komposisi memberikan warna dan nuansanya. Dominasi
khord dalam sebuah komposisi sangatlah mepengaruhi secara psikologis sebuah
musik. Musik yang kontekstual ditata menurut komposisi yang mempertimbangkan
banyak aspek.
INKULTURASI
Pemaduan
antara paham musikolgi dengan berbagai bagian yang terkait dengannya
sepertistruktur social yang mempersoalkan masalah sosiologi, unsur budaya dan
musik etnis yang dikaji dalam etnomusikologi dan unsur psikologis merupakan beberapa pokok penting jika
berbicara mengenai Inkulturasi.
Inkulturasi bersasal dari akar kata Kultur yakni seperangkat pengetahuan,
kepercayaan, adat, kebiasaan dan keterampilan suatu masyarakat tertentu. Kata Kultur sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemeliharaan dan pembudidayaan.[6] Inkulturasi adalah sejenis penyesuaian dan adaptasi kepada masyarakat,
kelompok umat,
kebiasaan, bahasa dan perilaku yang biasa terdapat pada suatu tempat. Ada
pengarang yang lebih suka menggunakan istilah enkulturasi dari pada inkulturasi, prefik in dalam bahasa Inggris bisa berarti negatif,
seperti misalnya dalam
kata incult. Dalam bahasa Indonesia, konotasi negative itu tidak terasa dan istilah inkulturasi sudah lazim dipergunakan. [7]
Menurut penulis sendiri Inkulturasi lebih diarahkan kepada sebuah tindakan pengadaptasian sebuah tradisi,
budaya, kebiasaan, prilaku, seni dan bahasa kepada sebuah budaya lokal
sehingga ia dianggap menjadi bagian dari budaya lokal tersebut. Inkulturasi mencakup banyak hal yakni aspek-aspek yang berhubungan dengan paham, tabiat, tradisi dan kebiasaan hidup manusia
yang dapat dilihat dari proses masuknya unsur – unsur kebudayaan asing yang lambat laun mendapat perhatian dan diterima oleh kebudayaan masyarakat yang telah ada tanpa menghilangkan nilai-nilai kepribadian kebudayaan itu. Kata Kultur sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemeliharaan,
pembudidayaan. Dengan demikian pengertian yang lebih spesifik
Inkulturasi adalah penyatuan tradisi lokal dengan sebuah tradisi sehingga
tercipta sebuah pengekspresian tradisi yang baru yang lebih kontekstual dan
relevan pada waktunya.
Tradisi gereja telah telah membonceng kebudayaan Barat khususnya musik, sehingga
menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari gereja. Gereja sejak zaman penginjilan telah menempatkan
nyanyian-nyanyian itu sebagai perangkat
permanen seperti unsur utama
lainnya. Akibatnya ada sebuah doktrinisasi yang melahirkan paham bahwa musik
dan nyanyian barat adalah nyanyian gereja yang sesungguhnya yang mentradisi dan yang tidak akan bisa dilepaskan lagi dari
gereja dimanapun berada. Penulis tidak mempertentangkan hal ini sebagai sebuah
kesalahan sebab umat telah menempatkan itu sebagai bagian dari gereja yang
tidak terpisahkan. Tradisi nyanyian itu telah menjadi tradisi gereja walaupun
gereja yang berbasis suku. Gereja identik dengan alunan organ atau paduan suara
dengan komposisi baratnya. Namun hal ini bukan berarti menutup pintu untuk
masuknya tradisi etnik di mana gereja itu berdiri sebab tidak ada bedanya
dengan nyanyian barat yang telah menjadi nyanyian gereja, maka nyanyian etnis
Simalungun juga hendaknya menjadi nyanyian gereja di Simalungun. Secara
teologis boleh dipahami bahwa Tuhan juga memakai tradisi dan budaya Simalungun
menjadi bagian dari missi gereja di dunia ini.
Menurut Karl Edmund Prier SJ, inkulturasi adalah pertemuan antara aspek liturgi universal dan aspek
tradisi yang bertujuan menghantar umat dari latar belakang kehidupan dan budaya
mereka yang kongkret kepada perjumpaan dengan Allah dalam doa dan pujian. Dalam
pertemuan tersebut terjadi proses
interaksi sedemikian rupa sehingga baik aspek liturgi maupun tradisi mengalami
transformasi. [8] Pertemuan dua tradisi dalam musik demikian juga dengan
iringan ansembel menciptakan melodik, harmoni dan ritmik yang baru untuk
menghasilkan sebuah bentuk yang baru juga.
PENUTUP
Uraian
mengenai Musik Baru dalamkonteks
peribadahan di Gereja Kristen Prostestan Simalungun merupakan pembahasan yang
sangat panjang. Uraian itu belumlah bisa ditemukan dalam tulisan pendek ini;
namun pandangan beberapa tokoh penting dengan kajian yang dapat memberikan
masukan terhadap topik ini merupakan angina segar untuk membuka pintu pemahaman
dalam mengkaji inkulturasi dan persoalan yang berhubungan dengannya. Penulis
tetap berharap untuk selalu mendapatkan
informasi yang lebih luas lagi hingga topik ini menjadi sebuah tulisan yang baku.
Apa
yang dipaparkan penulis masih merupakan bagian yang sangat sederhana dari
pemaparan karya ilmiah yang sesungguhnya, baik dalam penjabaran atau kajian
pustaka, namun setidaknya telah mendapat titik terang dalam menghubungkan
pandangan berbagai tokoh dalam sebuah
topik yang ditulis. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pengampu yang telah membimbing danmembuka cakrawal aberpikir selama
perkuliahan dan dalam tugas yang
diberikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adorno, Theodor W. 1993 Music, Language and Composition dalam The Musical
Quarterly, Vol. 77, No. 3 (Autumn, 1993)
Antono, Yustinuns Slamet.; Purnomo, Aloys Budi (2003), Pengaruh Kekristenan pada Kebudayaan
Simalungun, Etnografi dan Refelksi Teologis Kontekstual. Pematangsiantar,
Kolportase GKPS
Ellis, Katharine
The Sosiology of Musik dalam Scot-, JPE. Harper and Jim Samson (edited)
dalam an Introduction to Musik Studies. 2009.Cambridge,
Cambridge University Press
Kuntowijoyo, (2006) Budaya
dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Kustanto SJ., JB.Hari. 1998 Inkulturasi Agama Katolik dalam Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: PPY
Lombard, Denys (1990), Le Carrefour Javanais atau Nusa
Jawa: Silang Budaya- Batas-batas Pembaratan 1, terjemahan, Gramedia Pustaka
Utama
Nakagawa, Shin 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta, Yayasan
Obor Indonesia
Nettl, Bruno. 1964, Theory
and Method in Ethnomusicology, London,
The Free Press of Glencoe
Prier, Karl Edmund,
1999 Inkulturasi
Nyanyian Liturgi, Yogyakarta: Pusat
Musik Liturgi Gereja
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); http://kbbi.web.id/ 7 Januari 2015
[2]
Shin
Nakagawa, 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah
Pengantar Etnomusikologi. Jakarta ,Yayasan Obor Indonesia
[3] Bruno Nettl, 1964, Theory and Method in Ethnomusicology, London, The Free Press of Glencoe
[4] Katharine Ellis The Sosiology of Musik dalam Scot-, JPE. Harper and Jim Samson
(edited) dalam an Introduction to Musik
Studies. 2009.Cambridge, Cambridge University Press
[5] Adorno, Theodor W. 1993 Music, Language and Composition dalam The Musical
Quarterly, Vol. 77, No. 3 (Autumn, 1993)
[7] JB.Hari Kustanto SJ., Inkulturasi Agama Katolik dalam Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: PPY, 1989), hlm.40