Jumat, 23 Januari 2015



MENCIPTAKAN MUSIK BARU
Mengkaji Musik dan Nyanyian dalam wadah Inkulturasi
di Gereja Kristen Protestan Simalungun
oleh Pdt Ito Belihar H Purba

PENDAHULUAN
Musik dalah bahasa universal manusia pada semua kalangan dan usia, memiliki multi fungsi dan berhubungan erat dengan setiap seluk-beluk hidup manusia. Musik dapat mengekspresikan rasa kesedihan, kekecewaan, kegembiraan dan kekuatan dan mampu membakar semangat. Musik mampu menghadirkan masa yang lalu, mengembalikan memori akan peristiwa yang telah lampau dan bahkan mampu menghadirkan masa yang akan datang dengan sebuah imaginasi.
Musik memang selalu menghadirkan sesuatu yang baru dan selalu relevan pada zamannya. Di dalam musik ada informasi yang kontekstual, berbicara mengenai zamannya dengan bahasa ekspresi yang dapat ditangkap oleh rasa. Musik mengekspresikan rasa dengan jujur dan dengan kekuatan yang dimilikinya mampu mengubah pikiran  manusia.
Musik baru yang dimaksudkan dalam tulisan ini bukanlah dalam pengertian genre musik yang baru, namun sentuhan dari komposisi lagu yang tidak terpisah dari aspek budaya yang sesuai dengan konteksnya yakni pada gereja yang berbasiskan suku diharapkan mampu membangkitkan sebuah  nilai afeksi yang tinggi. Dengan istilah musik baru tentunya ada juga istilah musik lama. Musik lama yang dimaksud adalah musik yang diwariskan melalui missi  penginjilan dalam konteks Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) yang pada umumnya adalah musik yang berasal dari Barat. Musik baru tidak dimaksudkan dengan musik yang tidak mempunyai hubungan dengan musik yang sudah ada tetapi ada pembaharuan melalui aransemen, komposisi dan bahasa yang baru. Memasukkan unsur-unsur yang  terkandung dalam nilai budaya, tabiat dalam sebuah struktur bahasa atau instrument untuk menghadirkan kultur sehingga terciptanya sebuah nuansa yang baru.

PENGERTIAN UMUM
Musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik  adalah 1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara dl urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yg mempunyai kesatuan dan kesinam-bungan; 2) nada atau suara yg disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yg menggunakan alat-alat yg dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).[1]
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwasanya musik dapat juga disebut sebagai media seni, dimana pada umumnya orang mengungkapkan kreativitas dan ekspresi seninya melalui bunyi-bunyian atau suara. Oleh karena itulah pengertian musik sangat Universal, tergantung bagaimana orang memainkannya serta menikmatinya. Seni musik adalah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Bisa dikatakan, bunyi (suara) adalah elemen musik paling dasar. Suara musik yang baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu: irama, melodi, dan harmoni. Irama adalah pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan temponya, dan ini memberikan karakter tersendiri pada setiap musik. Kombinasi beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan melodi tertentu. Selanjutnya, kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang harmoni. 
Musik termasuk seni manusia yang paling tua. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada sejarah peradaban manusia dilalui tanpa musik, termasuk sejarah peradaban setiap suku yang ada di Indonesia. Dalam masyarakat Batak, seni musik ini terbagi menjadi musik vokal, instrument dan gabungan keduanya. Dalam musik gabungan, suara alat musik berfungsi sebagai pengiring suara vokal atau tarian.

LATAR BELAKANG SEBUAH PEMIKIRAN
            Pada umumnya tradisi gereja-gereja di  Indonesia tidaklah terpisahkan dari kebudayaan Barat; tata liturgi dan doktrin demikian juga halnya dengan musik dan nyanyian. Fungsi nyanyian dalam ibadah Kristiani adalah sebagai penyambung rasa yang dinyanyikan sebagai respon untuk setiap tata liturgi dalam sebuah peribadahan. Dengan demikian nyanyian barat yang dibonceng oleh missi penginjilan ke Indonesia bukanlah bagian yang sama posisinya dengan otoritas kitab suci, pengakuan iman (kredo) atau dogmatic dari ajaran kekristenan itu, walaupun tidak memberi pengertian bahwa nyanyian rohani yang diikut sertakan dalam missi penginjilan itu semata-mata tidak penting. Tentu saja pada saat Injil diajarkan oleh para misionaris, daerah yang  dituju belumlah memiliki lagu kristiani pada saat itu. Mengingat bahwa nyanyian tidaklah terlepas dari peribadahan maka lagu-lagu yang telah ada dalam transkrip berbahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa daerah atau bahasa Indonesia.
            Musik dan nyanyian sangatlah erat hubungannya dengan tabiat serta budaya yang berfungsi untuk mengekspresikan rasa dan pengalaman hidup. Musik yang relevan adalah musik yang berbicara mengenai  hidup yang terdapat dalam kultur sebagai pembentuk tabiat manusia. Untuk mencari suatu kualitas yang paling maksimal, musik haruslah berbicara mengenai konteks social dan budaya umat itu sendiri sehingga akan memberikan efek yang lebih maksimal pula dalam pelaksanaan ibadah. Hal ini dirasa sangat penting sebab nyanyian adalah media yang dapat menjembatani nuansa hati kepada keagungan Tuhan.

ANALISA MUSIK BARU
Dalam bantuk apakah musik baru itu hadir dan terimplikasi dalam sebuah peribadahan gereja suku berbahasa  Simalungun?  Sebagaimana penulis telah utarakan di atas bahwa manusia dalam memahami musik tidaklah terlepas dari beberapa aspek seperti struktur social dan budaya.

ETNOMUSIKOLOGI
Pendekatan Etnomusikologi merupakan metode yang sangat tepat untuk mendukung, seperti pendapat Shin Nakagawa: Ketika kita pertama sekali mengenal sebuah musik, biasanya kita mengamati akustiknya: melodi (lagu), ritme, tempo, warna nada (tone colour) dan lain-lain. Dalam tahap ini kita mengamati musik sebagai kejadian akustik saja. Dalam studi Etnomusikologi hal demikian tidak cukup, kita harus menghubungkannya dengan masalah kemasyarakatan. Kita dapat meneliti fungsi dan makna musik,  misalnya bagaimana musik itu dipelihara dalam masyarakat. [2] Untuk sebuah tujuan struktur musik haruslah dihubungkan dengan struktur social dan unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalamnya, misalnya masalah politik dan seni. Antara teks dan konteks yakni kejadian akustik dengan suasana yakni keadaan yang dibentuk oleh sekelompok masyarakat tidaklah dapat dipisahkan – sama halnya dengan syair dan melodi lagu itu sendiri. 
            Selanjutnya Bruno Nettl (1964) memberikan beberapa pendekatan dalam penelitian etnomusikologi yaitu: pendektan sistematik, pendekatan intuitif danpendekatan selektif. Pendekatan sistematik ialahmemilahkan sebuah komposisi musik ke dalam berbagai elemen, misalnya melodi, interval, bentuk, tangga nada, dan tempo. Pendekatan intuitif dapat digunakan sebagai alternative bagi pendekatan pertama. Melalui pendekatan ini seorang peneliti mencoba untuk mengetahui keinginan-keinginan dan pendekatan-pendekeatan apa sebanarnya ingin diungkapkan oleh komponis. Usaha untuk mengetahui hal tersebut dapat diperoleh  baik melalui pernyataan komponis sendiri maupun dari audiens yang mengeri dan menganut latar belakang budaya komponis. Pada pendekatan selektif, pendeskripsian tidak dilakukan secara utuh melainkan hanya mengambil beberapaaspek yang berkaitan saja. Pendekatan semacam ini pernah dilakukan oleh Brandel (1962) yang melakukan studi khusus  tentang tangga nada dan melodi, Hendren (1986) terhadap ritme, dan Hood (1934) terhadap suatu formula melodik. Tujuannya adalah agar masing-masing lebih mendalam dan mendasar dari yang lainnya. [3]

SOSIOLOGIS
Musik memang menampilkan nada-nada dan syair yang berfungsi mengkomunikasikan pesan-pesan tertentu sesuai dengan konteksnya. Namun musik selalu berkaitan dengan konteks social sehingga unsur sosiologis merupakan hal yang sangat inti sifatnya.
            Menurut Katharine Ellis (seorang sosiolog musik) hubungan antara musik dengan manusia yang terlibat dalam musik itu sendiri  (sebagai komponis atau sebagai penikmat) merupakan sentral dari persoalan sosiologi musik, Musik bukan saja persoalan pengaturan nada-nada. Musik bisa saja menjadi penampakan gaya hidup manusia dan bahkan hubungan antara sesama manusia bisa melalui musik. Musik bukanlah focus dari persoalan sosiologi musik itu sendiri, namun hal ini berhubungan erat dengan  bagaimana manusia itu hidup dan  berkorelasi melalui sebuah lembaga.   Hubungan antara keduanya tidak hanya satu arah, sama seperti anjing melihat tuannya sebagai tuan dan tuannya melihatnya sebagai anjing miliknya. Musik juga seperti group social  yang mengenali dengan baik  unsur apa saja yang tergabung di dalamnya, dimana musik itu dapat mencerminkan struktur social dan kejadian-kejadian yang kontekstual. [4]

BAHASA DAN KOMPOSISI
Musik, bahasa dan komposisi adalah satu kesatuan yang ada dalam musik itu sendiri walalupun sulit untuk membuat pembedaan dari masing-masing bagian itu. Musik dan bahasa hampir tidak bisa dibedakan dalam fungsinya dalam sebuah komposisi. Bagian-bagian yang merupakan satu tubuh namun menghasilkan satu makna dan pesan  akan musik itu sendiri. Bagaimanapun juga, seorang komponis harus mengerti dan memahami pengertian yang benar akan unsur-unsur itu sehingga mampu menempatkannya dalam sebuah komposisi. Musik dalam dalam gereja sangat perlu menuntaskan hal ini karena musik sekaligus menjadi penyampai pesan dan advise dalam bentuk sebuah syair  dan melodi.
Menurut Theodor W. Adorno musik sangat mirip dengan bahasa, namun musik bukanlah bahasa. Ekspresinya seperti idiom dan aksennya tidak dibuat-buat. Sama-sama mengungkapkan sifat terdalam dari sesuatu yang samar dengan artikulasi suara yang sesungguhnya lebih dari hanya sekedar suara dan sulit untuk mengabstraksikannya dari satu sistem tanda. Pemahaman tradisional dari bentuk musik  memiliki hakikat: 1) susunan kata 2) waktu dan 3) tanda baca. [5] Antara musik, bahasa dan komposisi tidaklah terpisahkan. Bahasa berfungsi untuk mengekpresikan melodik dan komposisi memberikan warna dan nuansanya. Dominasi khord dalam sebuah komposisi sangatlah mepengaruhi secara psikologis sebuah musik. Musik yang kontekstual ditata menurut komposisi yang mempertimbangkan banyak aspek.

INKULTURASI
            Pemaduan antara paham musikolgi dengan berbagai bagian yang terkait dengannya sepertistruktur social yang mempersoalkan masalah sosiologi, unsur budaya dan musik etnis yang dikaji dalam etnomusikologi dan unsur psikologis  merupakan beberapa pokok penting jika berbicara mengenai Inkulturasi.
Inkulturasi bersasal dari akar kata Kultur yakni seperangkat pengetahuan, kepercayaan, adat, kebiasaan dan keterampilan suatu masyarakat tertentu.  Kata Kultur sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemeliharaan dan pembudidayaan.[6] Inkulturasi adalah sejenis penyesuaian dan adaptasi kepada masyarakat, kelompok umat, kebiasaan, bahasa dan perilaku yang biasa terdapat pada suatu tempat. Ada pengarang yang lebih suka menggunakan istilah enkulturasi dari pada inkulturasi,  prefik in dalam bahasa Inggris bisa berarti negatif, seperti misalnya dalam kata incult. Dalam bahasa Indonesia, konotasi negative itu tidak terasa dan istilah inkulturasi sudah lazim dipergunakan. [7]
Menurut penulis sendiri Inkulturasi lebih diarahkan kepada sebuah tindakan pengadaptasian sebuah tradisi, budaya,  kebiasaan, prilaku, seni dan bahasa kepada sebuah budaya lokal sehingga ia dianggap menjadi bagian dari budaya lokal tersebut.  Inkulturasi mencakup banyak hal yakni aspek-aspek yang berhubungan dengan paham,  tabiat, tradisi dan kebiasaan hidup manusia yang dapat dilihat dari proses masuknya unsur – unsur  kebudayaan asing yang lambat  laun mendapat perhatian dan diterima oleh kebudayaan masyarakat yang telah ada tanpa menghilangkan nilai-nilai kepribadian kebudayaan itu. Kata Kultur sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemeliharaan, pembudidayaan. Dengan demikian pengertian yang lebih spesifik Inkulturasi adalah penyatuan tradisi lokal dengan sebuah tradisi sehingga tercipta sebuah pengekspresian tradisi yang baru yang lebih kontekstual dan relevan pada waktunya.
            Tradisi gereja telah telah membonceng kebudayaan Barat khususnya musik, sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gereja. Gereja sejak zaman penginjilan telah menempatkan nyanyian-nyanyian itu sebagai perangkat  permanen seperti unsur  utama lainnya. Akibatnya ada sebuah doktrinisasi yang melahirkan paham bahwa musik dan nyanyian barat adalah nyanyian gereja yang sesungguhnya  yang mentradisi dan  yang tidak akan bisa dilepaskan lagi dari gereja dimanapun berada. Penulis tidak mempertentangkan hal ini sebagai sebuah kesalahan sebab umat telah menempatkan itu sebagai bagian dari gereja yang tidak terpisahkan. Tradisi nyanyian itu telah menjadi tradisi gereja walaupun gereja yang berbasis suku. Gereja identik dengan alunan organ atau paduan suara dengan komposisi baratnya. Namun hal ini bukan berarti menutup pintu untuk masuknya tradisi etnik di mana gereja itu berdiri sebab tidak ada bedanya dengan nyanyian barat yang telah menjadi nyanyian gereja, maka nyanyian etnis Simalungun juga hendaknya menjadi nyanyian gereja di Simalungun. Secara teologis boleh dipahami bahwa Tuhan juga memakai tradisi dan budaya Simalungun menjadi bagian dari missi gereja di dunia ini.
Menurut Karl Edmund Prier SJ, inkulturasi adalah pertemuan antara aspek liturgi universal dan aspek tradisi yang bertujuan menghantar umat dari latar belakang kehidupan dan budaya mereka yang kongkret kepada perjumpaan dengan Allah dalam doa dan pujian. Dalam pertemuan tersebut terjadi proses interaksi sedemikian rupa sehingga baik aspek liturgi maupun tradisi mengalami transformasi. [8] Pertemuan dua tradisi dalam musik demikian juga dengan iringan ansembel menciptakan melodik, harmoni dan ritmik yang baru untuk menghasilkan sebuah bentuk yang baru juga.

PENUTUP
            Uraian mengenai Musik Baru dalamkonteks peribadahan di Gereja Kristen Prostestan Simalungun merupakan pembahasan yang sangat panjang. Uraian itu belumlah bisa ditemukan dalam tulisan pendek ini; namun pandangan beberapa tokoh penting dengan kajian yang dapat memberikan masukan terhadap topik ini merupakan angina segar untuk membuka pintu pemahaman dalam mengkaji inkulturasi dan persoalan yang berhubungan dengannya. Penulis tetap berharap untuk  selalu mendapatkan informasi yang lebih luas lagi hingga topik ini menjadi sebuah tulisan yang baku.
            Apa yang dipaparkan penulis masih merupakan bagian yang sangat sederhana dari pemaparan karya ilmiah yang sesungguhnya, baik dalam penjabaran atau kajian pustaka, namun setidaknya telah mendapat titik terang dalam menghubungkan pandangan  berbagai tokoh dalam sebuah topik yang ditulis. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing danmembuka cakrawal aberpikir selama perkuliahan dan dalam  tugas yang diberikannya.




DAFTAR PUSTAKA
Adorno, Theodor W. 1993 Music, Language and Composition dalam The Musical Quarterly, Vol. 77, No. 3 (Autumn, 1993)
Antono, Yustinuns Slamet.; Purnomo, Aloys Budi (2003), Pengaruh Kekristenan pada Kebudayaan Simalungun, Etnografi dan Refelksi Teologis Kontekstual. Pematangsiantar, Kolportase GKPS
Ellis, Katharine The Sosiology of Musik dalam Scot-, JPE. Harper and Jim Samson (edited) dalam an Introduction to Musik Studies. 2009.Cambridge, Cambridge University Press
http://kbbi.web.id   Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); / 7 Januari 2015
Kuntowijoyo, (2006) Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Kustanto  SJ., JB.Hari. 1998 Inkulturasi Agama Katolik dalam Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: PPY
Lombard, Denys (1990), Le Carrefour Javanais atau Nusa Jawa: Silang Budaya- Batas-batas Pembaratan 1, terjemahan, Gramedia Pustaka Utama
Nakagawa, Shin 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Nettl, Bruno. 1964, Theory and Method in Ethnomusicology, London, The Free Press of  Glencoe
Prier, Karl Edmund, 1999 Inkulturasi Nyanyian Liturgi, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Gereja

 




[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); http://kbbi.web.id/ 7 Januari 2015

[2]  Shin Nakagawa, 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta ,Yayasan Obor Indonesia
[3] Bruno Nettl, 1964, Theory and Method in Ethnomusicology, London, The Free Press of  Glencoe
[4]  Katharine Ellis The Sosiology of Musik dalam Scot-, JPE. Harper and Jim Samson (edited) dalam an Introduction to Musik Studies. 2009.Cambridge, Cambridge University Press
[5]  Adorno, Theodor W. 1993 Music, Language and Composition dalam The Musical Quarterly, Vol. 77, No. 3 (Autumn, 1993)
[7]  JB.Hari Kustanto  SJ., Inkulturasi Agama Katolik dalam Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: PPY, 1989), hlm.40
[8] Prier, Karl Edmund, 1999 Inkulturasi Nyanyian Liturgi, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Gereja